Gejala Seperti Covid-19? Hati-Hati Bisa Jadi Gejala Psikosomatik

PSIKOSOMATIK.jpg

Sebulan lebih sudah setelah pasien 01 Covid-19 terkonfirmasi di Indonesia. Semakin hari, kita terus terpapar berita-berita tentang coronavirus melalui sosmed, TV, atau media-media konvensional lainnya. Namun ternyata, terus menerus terpapar informasi ini, terutasa kabar yang tidak mengenakkan, dapat membuat seseorang menjadi lebih mudah panik, cemas, dan stres.

Rasa khawatir atau cemas berlebihan akibat sering menerima informasi tersebut dapat menyebabkan tubuh menciptakan gejala mirip Covid-19. Padahal, sesungguhnya gejala tersebut merupakan respon psikologis akibat kecemasan berlebihan tadi. Gejala ini sering dikenal dengan istilah psikosomatik.

Mengenal Gejala Psikosomatik

Psikosomatik sendiri berasal dari dua kata, yaitu pikiran (psyche) dan tubuh (soma). Pada umumnya, psikosomatik adalah suatu kondisi atau gangguan ketika pikiran memengaruhi tubuh hingga memicu munculnya keluhan fisik tanpa adanya penyakit.

Umumnya, gejala psikosomatik mirip dengan gangguan kecemasan, seperti nyeri dada, sesak napas, merasa tubuh terlalu panas atau demam. Namun, gejala psikosomatik yang muncul dapat dikaitkan dengan kondisi yang sedang terjadi.

Dalam sebuah studi yang berjudul Psychological Predictors of Anxiety in Response to the H1N1 (Swine Flu) Pandemic menyatakan hubungan antara suatu krisis kesehatan dengan psikosomatik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diungkapkan bahwa krisis kesehatan yang dipublikasikan secara luas dapat menyebabkan kondisi psikogenik massal. Jadi, sebenarnya sangat mungkin bagi banyak orang mengalami psikosomatik akibat virus corona yang disebabkan oleh kecemasan berlebihan.

Pada pandemi coronavirus seperti ini, orang sehat bisa saja salah mengartikan sensasi tubuh yang tidak serius menjadi mirip dengan gejala Covid-19, seperti sakit tenggorokan, hidung berair, merasa tidak enak badan atau tubuh lemas, batuk kering, demam, dan sesak napas.

Namun, jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut setelah banyak menerima atau mengakses informasi coronavirus, sebaiknya tetap pantau kondisi Anda sesering mungkin. Misalnya, apabila merasa demam, perlu dipantau apakah demam tersebut tergolong demam tinggi atau sekedar 'suam-suam kuku'.

Cara Mengatasi Psikosomatik

Berikut beberapa tips untuk mengatasi psikosomatik akibat terjadinya pandemi coronavirus:

1. Hindari Misinformasi

Dalam 24 jam terakhir sudah berapa informasi tentang coronavirus yang Anda baca atau lihat? Baik dari medsos, grup Whatsapp, atau media-media konvensional. Terutama jika informasi yang Anda dapat berasal dari medsos dan grup Whatsapp, ada baiknya jika Anda melakukan verifikasi informasi. Bukan tidak mungkin jika informasi yang Anda dapat merukapakan misinformasi atau bahkan hoax.

Pastikan Anda mendapat dari sumber yang memang terpercaya, seperti World Health Organization (WHO) atau Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Selain itu, pastikan juga Anda tidak menjadi bagian dalam penyebaran misinformasi atau hoax. Jika Anda ingin membagikan sebuah informasi, pastikan sumber yang Anda punya merupakan sumber yang kredibel.

2. Istirahat Sejenak dari Pemberitaan Coronavirus

Kita memang harus terus waspada di tengah pandemi global ini. Salah satunya dengan terus mencari informasi yang relevan. Namun, jika kita mengonsumsi terlalu banyak informasi tentang pandemi ini, tingkat kecemasan dan stres Anda bisa meningkat.

Jadi, coba lah luangkan waktu sejenak untuk istirahat dari medsos, grup Whatsapp, dan media-media lain yang juga menyebarkan informasi tentang coronavirus. Anda bisa menggunakan waktu tersebut untuk melakukan berbagai kegiatan di rumah yang Anda sukai, seperti membaca buku, bermain game, mengobrol dengan keluarga, dan lain-lain.

Memang, tidak bijak juga untuk menutup informasi seluruhnya. Kita tetap harus menjaga level kewaspadaan kita dengan asupan informasi. Tapi hal ini bisa kita lakukan dengan membatasi informasi mana saja yang kita konsumsi. Misal, tiap harinya kita hanya memantau jumlah pasien Covid-19 dan wilayah penyebarannya yang mungkin kita kunjungi. Sehingga kita tetap waspada tapi tidak mengonsumsi informasi secara berlebihan.

3. Berkomunikasi dengan Orang-Orang di Rumah

Pemerintah sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah. Masyarakat diminta hanya keluar jika ada urgensi saja. Hal ini tentu bisa menambah beban pikiran kita, ditambah dengan beban kerja dari rumah (WFH), mengurus anak yang harus belajar di rumah, dan lain-lain.

Namun, hal ini juga bisa jadi kesempatan bagi kita untuk berkomunikasi lebih sering dengan orang-orang di rumah. Di saat seperti pandemi ini lah kita sebagai keluarga harus saling menguatkan. Mengobrol bisa menjadi jalan pembuka. Membicarakan kecemasan-kecemasan yang kita miliki selama pandemi juga bisa membantu kesehatan mental kita. Apalagi, orang yang kita ajak bicara adalah orang terkasih.

4. Menjaga Kesehatan dan Kebersihan Diri dengan Baik

Salah satu hal yang bisa membuat kita tenang adalah menjaga kesehatan dan kebersihan diri dengan baik. Saat Anda merasa tidak menjaga kesehatan diri dengan cukup baik, maka kekhawatiran dan ketakutan Anda akan tertular penyakit menjadi lebih mungkin terjadi. Jadi, cobalah terapkan pola hidup sehat dan bersih dengan langkah-langkah berikut:

  • Makan makanan yang bergizi seimbang.

  • Minum air putih yang cukup, minimal 2 liter untuk orang dewasa.

  • Lakukan olahraga secara rutin di rumah.

  • Tidur yang cukup, minimal 7-9 jam untuk orang dewasa.

  • Hentikan kebiasaan merokok.

  • Cuci tangan lebih sering menggunakan sabun dan air mengalir, setidaknya selama 20 detik.

  • Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

  • Jaga jarak dengan orang yang sakit.

  • Gunakan masker jika keluar rumah.

  • Lakukan etika bersin dan batuk dengan benar.

Selain itu, Anda juga bisa melakukan protokol sebelum masuk rumah. Contohnya dengan langsung mandi sebelum bersentuhan dengan anggota keluarga lain, langsung mencuci baju yang dipakai keluar, dan lain-lain.

5. Tetap Berpikir Positif

Tiap orang punya caranya masing-masing untuk menjaga pikiran tetap positif. Mulai dari membaca buku, bermain game, mengobrol dengan orang terkasih, dan lainnya. Namun, jangan lupa juga untuk mengurangi beban pikiran.

Di masa pandemi ini tentu beban pikiran kita cukup berat. Apalagi jika ada tekanan untuk terus produktif di masa-masa ini. Misalnya dengan mengikuti berbagai kelas online yang tersedia. Tentu produktif di masa-masa pandemi merupakan hal yang baik, tapi kita juga harus mengukur beban pikiran kita.

Tidak ada salahnya beristirahar sekali-kali. Menyegarkan pikiran dengan melakukan hal-hal yang kita suka. Menambah kemampuan memang penting, namun tujuan paling mendasar pada masa pandemi ini adalah bertahan hidup.