Dalam Filsafat Islam, Ibn Arabi menempati posisi penting. Ia dikenal sebagai tokoh besar dalam dunia tasawuf filosofis. Pemikirannya menggabungkan spiritualitas mendalam dan kerangka logis yang kuat. Salah satu gagasannya yang menarik adalah konsep “ketiadaan” sebagai asal penciptaan.
Bagi Ibn Arabi, alam semesta berasal dari ketiadaan. Namun, ketiadaan yang ia maksud bukanlah kehampaan absolut. Ia menyebut ketiadaan sebagai kondisi belum hadirnya eksistensi secara nyata. Maka dari itu, memahami konsep ini sangat penting untuk siswa Islamic School yang ingin mendalami filsafat Islam.
Pemikiran seperti ini sangat cocok dikaji dalam lingkungan seperti SIAS Islamic School. Sebagai sekolah islam bandung yang juga merangkap sebagai pesantren moderen, SIAS mendorong pengembangan akal dan spiritualitas secara seimbang.
Ibn Arabi dan Gagasan Wahdatul Wujud
Ibn Arabi mengajarkan konsep “Wahdatul Wujud”. Konsep ini berarti “Kesatuan Wujud”. Semua yang ada hanyalah manifestasi dari satu Wujud sejati, yaitu Allah. Menurutnya, sebelum adanya alam semesta, tidak ada apapun selain Allah. Dalam istilah filsafat, ini disebut “ketiadaan”. Namun, ketiadaan itu tidak berarti kosong. Justru dari situlah awal penciptaan bermula.
Ketika Allah menghendaki, ketiadaan berubah menjadi keberadaan. Inilah titik awal terciptanya alam. Semua yang wujud, termasuk manusia, berasal dari kehendak-Nya. Pandangan ini sangat mendalam. Oleh sebab itu, para siswa sias boarding school perlu mengenalnya sebagai bagian dari wawasan keislaman. Selain itu, pemikiran ini juga mengajarkan kerendahan hati.
Sebab pada dasarnya, manusia tidak benar-benar “ada” secara mandiri. Semua yang ada tergantung pada Allah semata. Gagasan seperti ini juga sejalan dengan nilai yang diajarkan di sekolah abdus salam, sebuah sekolah swasta berlandaskan nilai Islam. Sebagai sekolah asrama yang menerapkan pendidikan holistik, SIAS tidak hanya mengajarkan ilmu formal. Para guru juga mendorong siswa merenungkan eksistensi, makna hidup, dan keterhubungan dengan Sang Pencipta.
Ketiadaan sebagai Gerbang Spiritual dalam Pendidikan Islam
Di dunia modern, banyak orang terjebak pada hal-hal fisik. Padahal, Islam menekankan pentingnya aspek spiritual. Konsep ketiadaan mengingatkan manusia bahwa hidup ini bukan sekadar materi. Ketiadaan bukanlah akhir, melainkan awal dari pencarian makna hidup. Ibn Arabi menjadikan “ketiadaan” sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Ia menulis bahwa manusia harus “mengosongkan diri” dari ego, ambisi, dan nafsu.
Proses pengosongan diri ini disebut “fana”. Dalam kondisi fana, seseorang tidak melihat dirinya sebagai pusat. Ia sadar bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Sebagai bagian dari kurikulum di sekolah interaktif abdus salam, topik semacam ini bisa membuka wawasan siswa. Guru bisa mengaitkannya dengan pelajaran akidah, sejarah pemikiran Islam, hingga bahasa Arab klasik.
Lebih dari itu, siswa juga bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan merenungi makna ketiadaan, mereka belajar bersyukur, bersikap rendah hati, dan tidak sombong. Semangat ini juga ditanamkan di lingkungan pesantren bandung seperti SIAS. Maka tak heran jika SIAS menjadi sekolah favorit yang dikenal bukan hanya karena prestasi akademiknya, tapi juga kedalaman spiritualnya.
Menghidupkan Filsafat Islam di Lingkungan Pendidikan Modern
Mengangkat topik filsafat Islam seperti pemikiran Ibn Arabi memang menantang. Namun, di boarding school seperti SIAS, pendekatan ini sangat relevan. Siswa diajak berpikir mendalam sekaligus memperkuat iman. Sebagai sekolah unggulan, SIAS mendesain sistem pembelajaran yang kritis, logis, dan berlandaskan nilai Islam. Di sini, pemikiran Ibn Arabi menjadi bahan diskusi yang menarik. Guru membimbing siswa untuk mengeksplorasi makna terdalam dari wujud dan ketiadaan.
Dalam forum diskusi, siswa belajar mengaitkan filsafat dengan kehidupan nyata. Mereka membahas topik seperti “Apakah kita benar-benar ada?”, atau “Apa makna penciptaan menurut Islam?” Melalui pendekatan ini, SIAS tidak hanya mencetak siswa cerdas. Lebih dari itu, SIAS membentuk pribadi yang berpikir dalam dan memiliki kesadaran spiritual tinggi.
Sebagai pesantren terbaik, SIAS memberikan ruang bagi siswa untuk berdialog secara terbuka. Mereka diajak untuk bertanya, menganalisis, dan menyimpulkan dengan argumentasi yang kuat. Pendekatan ini juga menjadi ciri khas pesantren favorit di kalangan masyarakat Bandung. Para orang tua menyadari bahwa pendidikan semacam ini memberikan fondasi yang kuat bagi masa depan anak. Karena itulah, SIAS terus tumbuh sebagai pilihan utama bagi orang tua yang mencari sekolah islam berkualitas di Bandung. Di tengah arus pendidikan modern, SIAS tetap menjaga nilai-nilai tradisional dan spiritual.