Mengajarkan Anak untuk Menghargai Perbedaan
Kasus Papua kemarin ramai dibicarakan di media sosial. Berawal dari sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya yang menerima tindakan rasisme dan persekusi. Akibatnya, ribuan warga Papua berdemonstrasi di berbagai kota, seperti Bandung, Jakarta, Manokwari, dan lainnya.
Kasus ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua untuk menghargai perbedaan, bahwa pada dasarnya semua manusia layak diperlakukan dengan hormat. Kita sebagai orang tua juga bisa mulai menanamkan nilai ini kepada anak-anak kita.
Anak-anak selalu terkagum-kagum dengan dunia di sekitarnya. Mereka mengambil informasi baru, mencerna observasi mereka, dan bertanya tentang hal yang dilihatnya – terkadang di saat yang tidak tepat – tentang perbedaan warna kulit, gender, ukuran tubuh, pakaian, dan lainnya.
Walau pertanyaan-pertanyaan itu terasa “mengerikan” untuk kamu, ketahui lah bahwa pertanyaan itu datang dari rasa ingin tahu yang tulus, tanpa menghakimi. Momen canggung seperti ini menawarkan kesempatan untuk mengajarkan mereka tentang menghargai dan merayakan perbedaan di setiap orang, sebuah topik yang semakin penting melihat perkembangan dunia yang semakin beragam. Terutama di Indonesia, dengan motto nasional Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagai orang tua, bagaimana kamu membesarkan anak yang menghargai dan merayakan perbedaan, anak yang inklusif, dan anak yang mengenal dan melawan prasangka dan stereotip? Tidak pernah terlalu dini untuk mengajarkan nilai-nilai penting ini. Berikut beberapa tips untuk kamu memulai.
Contohkan Sikap yang Kamu Inginkan
Menghargai orang lain, merayakan perbedaan dan menjadi inklusif berawal di rumah. Sebagai orang tua, penting bagi kita untuk menunjukkan kepada anak-anak bagaimana cara menyambut perbedaan dengan bertindak dan berbicara sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Mulai dengan memeriksa tindakan dan kepercayaan kamu sendiri. Hindari candaan yang menguatkan stereotip atau melabeli orang lain berdasarkan perbedaan. Bagaimana kamu memperlakukan orang lain akan menentukan bagaimana anakmu berinteraksi dengan dunia. Ingat: Anak kita mengamati.
Tumbuhkan Rasa Percaya Diri pada Anak
Jika kamu ingin memperbesar kemungkinan untuk membesarkan anak yang menyambut perbedaan, fokus lah pada menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Anak yang percaya diri lebih mungkin untuk menerima orang lain, mempercayai keputusannya sendiri, tidak mengikuti orang, dan mempertahankan apa yang mereka pikir benar.
Baca: 10 Tips Menumbuhkan Rasa Percaya Diri pada Anak
Buka Kesempatan Anak untuk Mencoba Pengalaman Baru
Bukan hal yang aneh jika seseorang tinggal di sekitar orang-orang yang mirip dengannya, berada dalam lingkup sosial yang sama, memiliki kepercayaan agama yang sama, dan memiliki situasi profesi dan keuangan yang mirip. Dorong keluar dari zona nyaman kamu dan perkenalkan anak kamu ke orang-orang yang memiliki pengalaman dan tradisi yang berbeda. Jika kamu tidak tinggal di area yang memiliki orang-orang dengan latar berbeda, kunjungi museum atau institusi budaya, baca mengenai perbedaan (bisa dimulai dengan buku anak), dan pilih media yang menggambarkan perbedaan secara positif (bisa berupa buku, game, atau mainan). Buat perjalanan – sehari atau liburan yang lebih panjang – ke tempat yang menawarkan keluargamu kesempatan untuk memperluas pemahaman mereka tentang dunia.
Siapkan Jawaban
Hal ini tidak terhindarkan. Anak kamu selalu ingin tahu dan akan bertanya mengenai kenapa orang lain terlihat atau bertindak berbeda. Berikut cara mempersiapkan jawaban:
Fokus ke hal positif. Ketika kamu di ruang publik, cara terbaik untuk merespon observasi anakmu mengenai ras, ukuran tubuh, pakaian, bahasa, atau gender adalah dengan cara yang positif, langsung, dan jujur. Ketika anakmu menunjukkan ada orang yang berbeda, coba respon dengan, “Iya, dunia itu besar dan tidak semua orang terlihat seperti kamu. Perbedaan kita membuat dunia lebih menarik.” Ingatkan anakmu kalau mengomentari atau bertanya tentang penampilan fisik di ruang publik bisa membuat orang itu tidak nyaman. Minta maaf atas nama anakmu jika diperlukan, dan rencanakan untuk berdiskusi secara privat di lain waktu.
Bicarakan kepada anakmu mengapa ia bertanya. Anak kecil tidak memiliki gagasan berprasangka tentang perbedaan, jadi penting untuk mencari tau mengapa mereka bertanya. Lalu katakan dengan jujur. Jika anakmu melihat seseorang menggunakan kursi roda dan ingin tau mengapa, katakan padanya bahwa orang tersebut menggunakan kursi roda untuk bergerak, sama seperti anakmu menggunakan kakinya. Buat jawabanmu sesuai dengan umur anakmu – tidak perlu terlalu detail atau teknis.
Jangan menganggap perbedaan tidak ada. Terkadang reaksi spontan terhadap observasi anak mengenai perbedaan adalah bersikeras bahwa kita semua sama. Walau memiliki intensi yang baik, respon seperti ini gagal untuk mengakui masyarakat multikultur dan multietnis yang anak kita tumbuh di dalamnya. Coba ambil pendekatan bernuansa: akui perbedaan dan bagaimana perbedaan itu membuat kita semua spesial, sambil mengingatkan kepada anak bahwa walaupun seseorang terlihat atau bertindak berbeda, ada kemungkinan untuk menemukan banyak kesamaan – seperti game dan mainan favorit.
Kuatkan tata krama yang baik. Anak kecil tidak menyadari norma sosial seperti orang dewasa atau bahkan anak yang lebih besar. Jika anakmu bertanya di ruang publik tentang mengapa seseorang berbeda, ingatkan anakmu bahwa bertanya mengenai penampilan seseorang di ruang publik tidak sopan. Yakinkan anakmu jika ia punya pertanyaan, ia bisa bertanya pada Ayah atau Bunda di lain waktu.
Persiapkan Obrolan untuk Perubahan
Menurut Leadership Conference on Civil and Human Rights, dari umur 5 sampai 8, anak mulai menilai orang lain berdasarkan persamaan dan perbedaan, tapi mereka masih fleksibel dalam sistem kepercayaan mereka. Nilai-nilai yang ditanamkan selama masa ini kemungkinan akan terus ada ketika anak tumbuh dewasa, artinya penting bagi kita sebagai orang tua untuk mengangkat isu-isu seperti rasisme dan bullying. Gunakan pertanyaan-pertanyaan anakmu sebagai cara natural untuk memulai obrolan tentang topik-topik yang lebih berat.